Oleh: Indonesia Judicial Research Society (IJRS)
Pada tanggal 21 Januari 2021, Kejaksaan Republik Indonesia menetapkan Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana. Hal ini merupakan bentuk langkah konkrit yang diambil Kejaksaan Agung RI guna menjamin dan memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak dalam proses hukum yang selama ini masih menghadapi hambatan dan tantangan terutama dalam pemenuhan haknya untuk mendapatkan fair trial. Pedoman ini akan menjadi acuan bagi Jaksa dalam menangani perkara pidana yang melibatkan perempuan dan anak baik sebagai saksi, korban maupun pelaku. Apalagi Jaksa memegang peranan penting sebagai dominus litis (pengendali perkara) untuk mengawal dan memastikan pemenuhan akses keadilan bagi perempuan dan anak. Sehingga pembentukan pedoman menjadi sangat penting dan merupakan angin segar bagi penegakan hukum di Indonesia khususnya bagi kelompok rentan.
Langkah konkrit yang dilakukan kejaksaan juga selaras dengan program-program pemerintah salah satunya adalah peran aparat penegak hukum dalam perlindungan dan upaya pemulihan terhadap korban yang juga sejalan dengan indikator Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Pedoman ini juga sekaligus juga sejalan dengan upaya Mahkamah Agung (MA) RI yang sebelumnya telah menerbitkan PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan hukum, dan program SPPT-PKKTP (Sistem Peradilan Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan) yang diinisiasi oleh Bappenas, Komnas Perempuan dan Forum Pengada Layanan.
Pedoman ini bertujuan mengatur bagaimana proses pemeriksaan dan pemenuhan hak bagi perempuan dan anak sejak dalam tahapan penyelidikan dan penyidikan hingga tahap pelaksanaan putusan, dimana proses tersebut dilaksanakan dengan berbasis perspektif korban, serta sensitif terhadap kerentanan yang dihadapi oleh perempuan dan anak.
Beberapa hal yang diatur dalam pedoman, misalnya dalam proses pemeriksaan Jaksa tidak boleh mengeluarkan pertanyaan yang seksis, menimbulkan diskriminasi berbasis gender, dan membangun asumsi yang tidak relevan sehingga merugikan bagi perempuan dan anak yang menjalani pemeriksaan di pengadilan. Jaksa juga diharapkan dapat lebih menggali kondisi psikologi, relasi kuasa, respons psikologis maupun kondisi stereotip gender. Pedoman ini juga memberikan kesempatan bagi korban dan saksi untuk didampingi baik oleh pekerja sosial, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), keluarga ataupun pendamping lainnya. Serta adanya perlindungan terhadap informasi dan indentitas korban/saksi dalam hal kasus-kasus terkait seksualitas dan bagaimana pelaksanaan putusan dalam pidana tambahan dan pembuktian dalam Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Dalam menguraikan fakta dan perbuatan terkait dengan tindak pidana yang terkait kesusilaan Penuntut Umum sedapat mungkin menghindari uraian yang terlalu detail, vulgar dan berlebihan pembuatan surat dakwaan dan tuntutan demi penghormatan terhadap hak asasi, martabat dan privasi perempuan dan anak serta mencegah reviktimisasi. Tidak hanya dalam proses pemeriksaan, pedoman ini juga mengatur proses dan teknis pemulihan bagi korban tindak pidana, baik melalui ganti rugi, restitusi, dan kompensasi.
IJRS mengapresiasi langkah konkrit Kejaksaan dalam mengeluarkan pedoman ini. Harapannya, pedoman ini dapat diimplementasikan dengan baik sehingga seluruh lapisan Kejaksaan dapat mengimplementasikan hal-hal yang diatur dalam pedoman ini. Peran Kejaksaan Agung sangat penting dalam memastikan bahwa pedoman ini dapat diterapkan secara optimal, sehingga keadilan bagi anak dan perempuan yang dicita-citakan dalam pedoman ini dapat terwujud dan terbangunnya kepercayaan masyarakat terhadap sektor hukum dan peradilan.
Silahkan unduh Pedoman Kejaksaan RI Nomor 1 Tahun 2021 disini
CP: Bestha Inatsan A (Peneliti Indonesia Judicial Research Society)