Search

[Press Release] Judicial Commission Expected to Be Serious, Open, and Do Not Choose Problematic Supreme Court Judge Candidates

Tanggal 30 Juli 2021 Komisi Yudisial mengumumkan 24 nama Calon Hakim Agung (CHA) yang lolos seleksi tahap kesehatan dan kepribadian. Kedua puluh empat CHA yang lolos akan mengikuti seleksi tahap akhir di Komisi Yudisial, yaitu tahap wawancara (fit and proper test) pada tanggal 3-7 Agustus 2021. Terdapat 15 CHA memilih kamar pidana, 6 CHA memilih kamar perdata dan 3 CHA memilih kamar militer. Pada tahap wawancara, CHA akan diuji pemahamannya oleh ketujuh Komisioner Komisi Yudisial dan Panel Ahli yang diundang mengenai (1) visi, misi dan komitmen; (2) kenegarawanan; (3) integritas; (4) kemampuan teknis dan proses yudisial; dan (5) kemampuan pengelolaan yudisial.

Dari 24 nama CHA pada tahap wawancara terdapat beberapa nama yang pernah mengikuti seleksi CHA sebelumnya. Terdapat CHA yang memiliki catatan integritas misalnya harta kekayaan yang nilainya tidak wajar, serta dugaan perilaku yang tidak profesional dan berintegritas. Hingga di tahap meloloskan 24 nama tersebut, Komisi Yudisial tampaknya tidak mempertimbangkan dengan menyeluruh catatan integritas para CHA berdasarkan masukan dan pengaduan masyarakat, hasil investigasi dan klarifikasi kepada CHA dalam proses seleksi yang dilakukan pada saat ini.

Selain masalah pengabaian catatan rekam jejak meragukan beberapa CHA, dalam pemantauan pelaksanaan wawancara hari pertama pada Selasa 3 Agustus 2021, beberapa Komisioner Komisi Yudisial tidak mengajukan pertanyaan secara profesional. Seperti menunjukan sikap tidak respek terhadap para CHA dengan menunjukan ekspresi garang. Namun, pada saat yang bersamaan, tidak menukik kepada pertanyaan-pertanyaan yang mendalami kompetensi minimum yang dibutuhkan oleh CHA, seperti integritas dan kapabilitas.

Di sisi lain, proses pendalaman profil berupa klarifikasi rekam jejak CHA dalam wawancara CHA kali ini malah dilakukan secara tertutup. Publik tidak bisa lagi mengetahui proses klarifikasi terhadap data-data atau informasi yang bersifat publik yang dimiliki CHA. Hal itu tentu saja sebuah kemunduran proses seleksi dibandingkan proses-proses seleksi sebelumnya yang lebih terbuka dan transparan.

Oleh karena itu, Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menuntut Komisi Yudisial agar lebih serius dalam proses wawancara selanjutnya. Proses wawancara ini seharusnya menjadi sarana bagi Komisi Yudisial untuk menggali lebih dalam terkait kompetensi, rekam jejak, dan integritas calon. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi Komisi Yudisial, mengingat amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan peran Komisi Yudisial sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Koalisi Pemantau Peradilan mendorong Komisi Yudisial memilih CHA yang memiliki profil:

  1. CHA yang memiliki visi dan misi yang jelas sebagai Hakim Agung;
  2. CHA yang tidak memiliki catatan integritas yang buruk;
  3. CHA yang memiliki harta kekayaan yang wajar;
  4. CHA yang memiliki pemahaman mumpuni mengenai hukum dan peradilan sesuai kamar perkara yang dipilih;
  5. CHA yang berkomitmen untuk berperan aktif dalam reformasi peradilan khususnya di Mahkamah Agung;
  6. CHA yang memahami peran hakim dan pengadilan dalam pemenuhan HAM sesuai kedudukan pengadilan dalam konsep negara hukum; serta
  7. CHA yang memiliki keberpihakan pada kelompok rentan, yaitu perempuan, anak, masyarakat miskin dan kelompok minoritas, serta perlindungan lingkungan hidup.

Oleh karena itu, Koalisi mendesak Komisi Yudisial untuk:

  1. Melakukan proses wawancara dengan memberikan pertanyaan yang bermanfaat untuk menguji kompetensi CHA dan bukan pertunjukan kegarangan.
  2. Memilih CHA yang memiliki profil berupa kompetensi yang mumpuni dan integritas yang baik.
  3. Menelusuri rekam jejak, termasuk dari sumber LHKPN para CHA agar bisa memastikan bahwa CHA yang terpilih memiliki rekam jejak yang bersih dan berintegritas.
  4. Memilih CHA dengan mempertimbangkan semua hasil penilaian tahapan seleksi.
  5. Memastikan CHA yang terpilih memiliki pemahaman dan komitmen terhadap hak asasi manusia dan keberpihakan pada kelompok rentan dan minoritas
  6. Tidak meloloskan CHA yang memiliki rekam jejak buruk dan tidak berintegritas.

Jakarta, 3 Agustus 2021

KOALISI PEMANTAU PERADILAN

(Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Indonesia Corruption Watch (ICW), Public Interest Lawyer Network (PILNET), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Imparsial, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (PUSKAPA), LBH Apik Jakarta

CP :
Dio Ashar Wicaksana (IJRS)
Maria I. Tarigan (IJRS)

Share:

Other Press Release:

INGGRIS-Press Release
Training: Capacity Building for Advocates on Law No. 12 of 2022 on the Crime of Sexual Violence
Rilis Pers
Sentencing Disparity: Highlighting the Consistency of Court Decisions in Crimes of Sexual Violence
INGGRIS-Press Release
Press Release of Civil Society Coalition for Openness of the Indonesian Government
INGGRIS-Press Release
[MEDIA RELEASE ICJR, IJRS, PUSKAPA, LEIP] "Misguided" RJ Implementation Will Never Provide Justice for Victims