Pos

Peluncuran Pedoman Kejaksaan No. 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peneliti IJRS, ICEL, dan AURIGA Nusantara telah terlibat dalam penyusunan dan peluncuran Pedoman Kejaksaan No. 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Acara tersebut dilaksanakan pada 24 Oktober 2022 di Hotel JS Luwansa. Hadir pula para penaggap, seperti:

1. Prof Dr. Takdir Rahmadi SH. LLM. (Ketua Kamar Pembinaan MA RI)
2. Dr. Sugeng Purnomo, SH., MH. (Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Kemenkopolhukam)
3. Dr. Mas Achmad Santosa, S.H., LL.M. (CEO Indonesia Ocean Justice Initiatives)
4. Ir. Antonius Sardjanto Setyo Nugroho (Kepala Sub Direktorat Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Kementerian LHK)
5. Astri Kusuma Mayasari (Koordinator Bidang Sinergitas Kebijakan dan Regulasi Bappenas)
6. Prof. Dr. M. R. Andri Gunawan Wibisana, S.H.,LLM. (Akademisi Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia)

Pedoman Nomor 8 Tahun 2022 ini memuat beberapa pengaturan yang amat penting. Misalnya, pedoman ini mendorong penguatan forum koordinasi penegakan hukum terpadu (vide Ps. 95 ayat (1) UU PPLH) dalam proses penanganan perkara pidana tindak pidana lingkungan hidup, yang dimulai dari proses penyidikan, penuntutan, hingga menuntaskan pelaksanaan putusan pengadilan, khususnya yang berhubungan dengan pidana tambahan pemulihan fungsi lingkungan hidup.

Pedoman ini juga mengatur ketentuan mengenai Anti-Strategic Lawsuit Against Public Participation (Anti-SLAPP), yang memberikan panduan bagi para Jaksa, untuk: 1) memberikan petunjuk kepada penyidik untuk melakukan penghentian penyidikan (dominus litis Jaksa); 2) tidak menuntut dengan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2); bahkan 3) menuntut lepas (onslag van recht vervolging); para tersangka/terdakwa yang dituntut karena memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (vide Ps. 66 UU PPLH).

Tidak berhenti di sana, Pedoman ini juga memberikan panduan bagi pelaksanaan berbagai jenis pidana tambahan bagi badan usaha yang melakukan tindak pidana lingkungan hidup, khususnya mengenai pidana tambahan perbaikan akibat tindak pidana (vide Ps. 119 huruf c UU PPLH) sebagai wujud dari pemulihan fungsi lingkungan hidup.

Performance-based Budgeting and Budget Accountability in the Judiciary and AGO

Kamis, 12 Desember 2019 Indonesia Judicial Research Society (IJRS) memandu Panel 1 pada Indonesia-Nederlands Security and Rule of Law Update- 2019 dengan judul panel Penganggaran Berbasis Kinerja dan Akuntabilitas Anggaran pada peradilan dan Kejaksaan Agung ( Performance-based Budgeting and Budget Accountability in the Judiciary and AGO).

Narasumber yang terlibat dalam Paenli ini diantaranya adalah:

  1. Tonie Hulman Stichting Studiecentrum Rechtspleging (SSR)
  2. Ibu Prahesti Pandanwangi, Direktur Hukum dan Regulasi Badan Perencanaan dan Pembangunan Republik Indonesia (Bappenas RI)
  3. Bapak Surya Budi Dharma, Kepala Sub-Bagian Rencana Anggaran dan Program Kerja 2 Biro Perencanaan Kejaksaan Agung RI
  4. Bapak Ahmad Misbakul Hasan, Sekertaris Jenderal dari Sekertariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (Seknas FITRA)

Beberapa poin penting yang dapat dicatat dari diskusi ini diantaranya adalah:

  • PBB akan menguntungkan lembaga atau organisasi, jika terdapat sisa anggaran yang tidak terpakai maka anggaran tersebut tidak perlu dikembalikan kepada negara melainkan bisa digunakan untuk meningkatan performa atau kebutuhan dari lembaga tersebut, bahkan menjadi bonus bagi para pegawainya
  • Kejaksaan masih mengalami kesulitan terkait perbedaan program di kejaksaan yang menghambat pengalihfungsian anggaran dari pidana khusus ke pidana umum dalam satu satuan kerja kejaksaan
  • Kondisi geografi Indonesia yang banyak kepulauan dan pegunungan juga menjadi tatangang bagi kejaksaan dalam melakukan penganggaran dan perencanaan biaya satuan kerjanya
  • Bappenas melihat mekanisme penyatuan program tanpa menghapuskan eselon satu di Kejaksaan sangat mungkin dilakukan sehingga memunkinkan untuk mempermudah pengalihfungsian anggaran pada setiap satuan kerja
  • Seknas FITRA memberi catatan proses sinkronisasi agenda negara dengan proses perencanaan pengganggaran di Kejaksaan juga cukup rumit, bayak layer yang harus disederhanakan agar membantu kejaksaan dalam penyusunan anggaran kejaksaan.

Materi dapat di download pada link berikut bit.ly/PanelPBB

WORKSHOP : Meningkatkan Kualitas Penanganan Perkara melalui Penganggaran Berbasis Kinerja di Kejaksaan RI

Indonesia Judicial Research Society bersama Seknas Fitra dengan dukungan dari IDLO dan Kedutaan Kerajaan Belanda mengadakan workshop peningkatan kapasitas aparatur Kejaksaan RI dalam meningkatkan kualitas penanganan perkara melalui penganggaran berbasis kinerja di Bali pada tanggal 12-15 November 2019.

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut penelitian yang dilakukan IJRS bersama Seknas FITRA terkait penganggaran berbasis kinerja. Harapannya kedepan Kejaksaan bisa lebih baik dalam menyusun perencanaan penganggaran serta pelaporan pertanggungjawaban.

 

Diseminasi Hasil Temuan Penelitian : “Meningkatkan Kualitas Penanganan Perkara melalui Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) di Kejaksaan Republik Indonesia

Seknas Fitra bekerjasama dengan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dengan dukungan pendanaan dari Internasional Development Law Organization (IDLO) akan menjalankan program “Enhancing Case Handling Quality through Performance Base Budgetingin Attorney General Office”. Program ini fokus pada pengembangan sistem anggaran berbasis kinerja yang diterapkan pada Kejaksaan Republik Indonesia. Pendekatan program ini melalui penelitian, perumusan sistem anggaran berbasis kinerja, dan peningkatan kapasitas dari aparatur Kejaksaan Republik Indonesia. Dalam implementasinya, pendekatan diatas difokuskan pada Anggaran berbasis kinerja, sedangkan Anggaran terpadu dan Kerangka pengeluaran jangka menengah biasa mendukung implementasi PBK.

Program ini diharapkan dapat menghasilkan instrumen Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) yang dapat diadopsi dalam aturan Internal Kejaksaan dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Tujuan program ini adalah pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja untuk meningkatkan kualitas penanganan perkara di Kejaksaan Republik Indonesia secara umum dan Kejaksaan Agung secara khusus. .

Untuk memperdalam susbtansi penelitian, maka dilaksanakan kegiatan Diseminasi penelitian agar penelitian ini mendapatkan masukan dari berbagi pihak dan informasi dari hasil penelitian ini dapat praksis. Peserta yang terlibat dalam kegiatan ini yaitu:

  1. International Development Law Organization (IDLO-Indonesia)
  2. Perwakilan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Indonesia.

Tujuh Kriteria Jaksa Agung Ideal Versi FITRA dan IJRS

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran ( FITRA) dan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) menyatakan, ada tujuh kriteria Kejaksaan Agung yang independen. Peneliti IJRS Rima Ameilia menyebut, kriteria pertama yakni Jaksa Agung yang tidak memiliki latar belakang partai politik. “Jaksa Agung yang dipilih nantinya tentu harus bebas dari intervensi politik. Lebih baik orang yang dipilih adalah orang non-parpol atau profesional,” ujar Rima dalam diskusi bertajuk “Membidik Anggaran dan Independensi Kejaksaan Agung” di Cikini, Jakarta, Selasa (22/10/2019).

Jika salah memilih, pekerjaan rumah dan kinerja yang sudah dibangun bisa jadi tidak akan berjalan dengan optimal. Kriteria kedua yakni Jaksa Agung yang dipilih harus bisa memahami peran dan fungsi jaksa yang bukan hanya di bidang penuntutan, melainkan juga preventif tindak pidana. “Salah satu yang menjadi tugas Jaksa Agung ke depan adalah memperkuat Tim Pengawal, Pengamanan, Pemerintahan, dan Pembangunan Pusat (TP4P) dan daerah (TP4D),” ucap dia.  Kriteria ketiga yakni Jaksa Agung memiliki pemahaman dan pengalaman di bidang reformasi birokrasi organisasi untuk memperbaiki pengelolaan SDM di Kejaksaan. Kriteria keempat, Sekjen FITRA Misbah Hasan menyatakan, Jaksa Agung terpilih harus mempunyai visi pengelolaan anggaran berbasis kinerja. “Jaksa Agung semestinya juga paham dan bisa melaksanakan transparansi anggaran, akuntabilitas, efesiensi, dan efektivitas anggaran.

Intinya, anggaran yang dikelola itu mesti bisa diukur, dari input, output, outcome, dan sebagainya,” papar Misbah. Kriteria kelima, Jaksa Agung memiliki persepektif perlindungan korban, misalnya dalam menangani perkara korban pelecehan seksual seperti kasus Baiq Nuril. Kriteria keenam yakni Jaksa Agung punya orientasi merampungkan perkara yang mengendap di Kejaksaan, seperti kasus pelanggaran HAM berat. “Kriteria ketujuh yaitu mampu membangun kepercayaan masyarakat. Kehadiran Kejaksaan, baik di pusat dan daerah harus mampu membangun kepercayaan terhadap penegak hukum,” tutur Misbah.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Tujuh Kriteria Jaksa Agung Ideal Versi FITRA dan IJRS”, https://nasional.kompas.com/read/2019/10/22/18411001/tujuh-kriteria-jaksa-agung-ideal-versi-fitra-dan-ijrs.

Penulis : Christoforus Ristianto
Editor : Icha Rastika

Simak berita IJRS terkait anggaran Kejaksaan di media lainnya :