UU No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang disahkan pada 2 November 2011, meneguhkan kewajiban negara terhadap akses bantuan hukum. Pemerintah tidak hanya mengatur lebih rinci terkait penyelenggaraan bantuan hukum namun juga memastikan tersedianya anggaran bantuan hukum yang dialokasikan pada APBN dan mendorong Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran di APBD. Ketersediaan anggaran yang cukup dan alokasi yang tepat berbasis kebutuhan riil menjadi salah satu faktor penting untuk mendorong ketersediaan akses bantuan hukum yang berkualitas.
Selama tujuh tahun pelaksanaan bantuan hukum, pemerintah sudah membangun sistem bantuan hukum dengan cukup baik, namun terkait dengan ketersediaan anggaran dan alokasi yang memadai hampir tidak banyak perubahan yang signifikan.
Pembiayaan bantuan hukum belum didasarkan pada kebutuhan riil seperti: biaya operasional kasus, biaya perkara dan kebutuhan penerima selaku korban, sehingga seringkali OBH mencari sumber pendanaan yang lain agar layanan bantuan hukum tetap bisa berjalan. Permasalahan anggaran bantuan hukum yang dihadapi pemberi bantuan hukum ini pun akhirnya berdampak pada penyebaran organisasi bantuan hukum dan kualitas layanan bantuan hukum.
Untuk membahas hal tersebut lebih jauh sekaligus memperingati hari bantuan hukum nasional dan rangkaian peringatan 24 Tahun PBHI, PBHI mengadakan diskusi daring pada 2 November 2020. Diskusi Hukum dan HAM 5 (DUHAM 5) menghadirkan Siska Trisia (peneliti IJRS) sebagai salah satu narasumber dalam diskusi ini dan membahas mengenai “Kebutuhan Anggaran Bantuan Hukum berdasarkan Survei Kebutuhan Hukum dan Indeks Akses terhadap Keadilan”.