- Siti Ismaya
- Aditya Weriansyah
- Saffah Salisa Az-Zahro’
- Andreas Nathaniel Marbun
- Bunga Pertiwi Tontowi Puteri
- Adery Ardhan Saputro
Permasalahan perbedaan penerapan hukum serta kesimpangsiuran prosedur rehabilitasi merupakan kedua permasalahan utama dari penerapan Tindak Pidana Narkotika saat ini. Untuk mengatasi masalah ini, Kejaksaan RI mengeluarkan 2 (dua) kebijakan, yaitu Pedoman Nomor 11 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika dan/atau Tindak Pidana Prekursor Narkotika (Pedoman 11/2021) dan Pedoman 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif (Pedoman 18/2021). Namun, Kejaksaan RI memandang bahwa Pedoman 11/2021 masih membutuhkan evaluasi. Berangkat dari hal tersebut, Indonesia Judicial Research Society (IJRS) yang didukung oleh Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) melalui The Asia Foundation (TAF) melakukan penelitian tentang “Asesmen Penerapan Pedoman Penanganan Perkara Narkotika (Pedoman 11/2021 dan Pedoman 18/2021) oleh Kejaksaan di Wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta”.
Penelitian ini berhasil mengidentifikasi potret penanganan perkara tindak pidana penyalahguna narkotika (Pasal 127 UU Narkotika) dan tindak pidana peredaran gelap narkotika (Pasal 111-116 UU Narkotika). Selain itu, penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi tingkat kesesuaian penggunaan Pedoman 11/2021 dan Pedoman 18/2021 oleh para Jaksa dalam menangani perkara tindak pidana narkotika, serta mengidentifikasi kendala atau tantangan dalam penerapan Pedoman 11/2021 dan Pedoman 18/2021. Melalui penelitian ini, harapannya dapat memberikan evaluasi serta masukan atas keberlakuan kedua pedoman tersebut. Dengan demikian, Kejaksaan RI dapat mengambil keputusan maupun kebijakan yang didasarkan pada bukti yang kuat dan relevan (evidence-based policy).