Search

Peluncuran Buku Terjemahan KUHAP Belanda: Studi Komparasi untuk Perbaikan KUHAP di Indonesia

Pada Jumat, 20 Juni 2025, Indonesia Judicial Research Society (IJRS) meluncurkan Buku Terjemahan KUHAP Belanda (Wetboek van Strafvordering/Sv). Kegiatan ini dilaksanakan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) yang berkolaborasi dengan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FH UI). Kegiatan ini dihadiri oleh para pemangku kebijakan yang turut menyambut dan mengapresiasi atas penyusunan buku ini, yakni Eddy O.S. Hiariej (Wakil Menteri Hukum RI), Asep Nana Mulyana (Plt. Wakil Jaksa Agung RI/Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum), Prim Haryadi (Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung RI), Hendra Wahanu (Direktur Pembangunan Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Kementerian PPN/Bappenas), dan Afdhal Mahatta (Staf Ahli Komisi III DPR RI). Lalu disusul dengan presentasi terkait beberapa hal di dalam KUHAP Belanda oleh Arsil, Peneliti Senior LeIP dan Salisa Az-zahro’, Peneliti IJRS, serta diakhiri dengan sesi diskusi panel bersama para narasumber dari akademisi, yaitu Fachrizal Afandi, Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan Febby Mutiara, Dosen Bidang Studi Hukum Acara FH UI. Penerbitan buku ini dilatarbelakangi oleh perkembangan pembahasan RUU KUHAP yang tengah berlangsung di DPR dan pemerintah. Studi komparasi dengan negara lain sangat penting dalam proses legislasi atau perbaikan undang-undang untuk memperoleh berbagai rujukan. Kehadiran terjemahan KUHAP Belanda ini dapat menjadi langkah strategis untuk memperkaya referensi hukum acara pidana, sebagaimana hukum acara pidana di Indonesia yang memiliki akar sejarah dari warisan Belanda. Belanda telah merevisi KUHAPnya hingga lebih dari 400 (empat ratus) kali. Berbeda dari KUHAP Indonesia, KUHAP Belanda secara lebih lengkap telah mengatur tentang pengawasan dan akuntabilitas proses pra-ajudikasi, pola koordinasi penyidik dan penuntut umum yang efektif, serta pemenuhan hak tersangka, saksi, dan korban pada peradilan pidana. Setidaknya, barangkali ketentuan-ketentuan pada KUHAP Belanda ini dapat dipertimbangkan untuk diadopsi pada KUHAP Indonesia, sebagai (salah satu) usulan alternatif dan upaya untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dalam dunia praktik beracara pidana di Indonesia. Sebagai tuan rumah acara, Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan FH UI, Prof. M. R. Andri Gunawan Wibisana, S.H., LL.M., Ph.D., membuka acara dengan menyampaikan pentingnya penerbitan buku ini sebagai bahan kajian perbandingan hukum acara pidana. “Buku ini menjadi pijakan awal yang sangat berharga bagi kita untuk melakukan kajian komparatif secara lebih mendalam, saat menyusun KUHAP baru. Mempelajari pengalaman negara lain, seperti Belanda, akan memperkaya proses perumusan tersebut agar lebih kontekstual dan berbasis pembelajaran global.” Kemudian, Dr. Parulian Paidi Aritonang, S.H., LL.M., MPP., Dekan FH UI, menyampaikan apresiasi atas peluncuran buku terjemahan KUHAP Belanda. Menurutnya, peluncuran buku ini adalah langkah strategis yang perlu disambut dengan antusias, agar informasi dan pengetahuan mengenai hukum acara pidana dapat tersebar luas dan diakses secara mudah oleh akademisi, praktisi, dan peneliti. Beliau juga menyoroti pentingnya membangun KUHAP nasional yang relevan dan adaptif melalui evaluasi dan perbandingan praktik-praktik hukum acara dari negara seperti Belanda.

Kemudian, Prof. Dr. Eddy O.S Hiariej, S.H., M.Hum., Wakil Menteri Hukum RI, menyatakan bahwa buku terjemahan ini penting untuk dirujuk dalam proses revisi KUHAP yang sedang berjalan, karena Wetboek van Strafvordering yang berlaku di Belanda telah merujuk pada prinsip-prinsip umum hukum acara pidana yang berlaku secara universal di dunia, terutama terkait dengan prinsip due process of law. Ia juga menegaskan pentingnya Revisi KUHAP karena banyak pembaruan yang termuat dalam KUHP Nasional yang pada akhirnya memerlukan hukum acara pidana (hukum formil) untuk mengakomodasi berbagai ketentuan baru. Dalam sambutannya, Prof. Dr. Asep N. Mulyana, S.H., M. Hum., Plt. Wakil Jaksa Agung RI/Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, menekankan bahwa buku ini akan sangat membantu Kejaksaan dalam menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KUHAP yang sedang berlangsung. Beliau juga menyampaikan apresiasi kepada para pihak yang telah mendukung terselenggaranya inisiatif ini: “Kami berterima kasih atas kerja keras IJRS dan masyarakat sipil yang telah memberikan tambahan wawasan bagi kami, khususnya melalui penerjemahan KUHAP Belanda ini. Buku ini menjadi referensi penting dan akan sangat membantu dalam membentuk kerangka berpikir kami dalam pembahasan RUU KUHAP bersama DPR.” Dr. H. Prim Haryadi, S.H., M.H., Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung RI, menyambut baik peluncuran buku terjemahan KUHAP Belanda dan menyampaikan bahwa buku terjemahan KUHAP Belanda ini hadir di waktu yang sangat pas dan relevan, khususnya bagi para hakim dan aparat penegak hukum. Beliau menjelaskan bahwa buku ini bisa jadi referensi penting untuk lebih mendalami prinsip-prinsip hukum acara pidana modern. Ini termasuk berbagai isu yang sedang hangat dibahas, seperti keharusan izin pengadilan dalam tindakan upaya paksa, pengembangan pidana alternatif, serta penguatan peran pengawasan oleh hakim di tahap penyidikan. Dalam kaitannya poin diskusi yang sering dibahas ini, ia menyatakan bahwa pengadilan siap menjalankan fungsi pengawasan di tahap penyidikan untuk memastikan proses peradilan yang mematuhi peraturan perundang-undangan. Perwakilan dari Direktorat Pembangunan Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Kementerian PPN/Bappenas, Hendra Wahanu Prabandani, S.H., L.L.M., menyampaikan bahwa pembaruan KUHAP merupakan bagian integral dari agenda reformasi hukum jangka panjang sebagaimana tercantum dalam RPJPN 2025 – 2045 dan RPJMN 2025 – 2029. Banyak praktik progresif dalam KUHAP Belanda seperti adaptasi dengan perkembangan teknologi, yang dapat menjadi inspirasi dalam perumusan kebijakan nasional yang berbasis bukti dan berorientasi masa depan. Sambutan terakhir, yakni Dr. Afdhal Mahatta S.H., M.H., menyampaikan bahwa peluncuran ini sangat relevan dengan prioritas legislasi nasional tahun 2025 yang salah satu di dalamnya KUHAP baru. Ia menegaskan bahwa DPR berkomitmen untuk melaksanakan proses pembahasan RUU KUHAP dengan berbasis bukti, inklusif, dan responsif terhadap masukan publik. Menurut beliau, Buku terjemahan KUHAP Belanda ini menjadi salah satu referensi penting yang diharapkan dapat memperkaya kualitas perdebatan legislasi dan memperkuat arah pembaruan sistem hukum acara pidana nasional.

Acara peluncuran juga diisi dengan paparan mendalam dari sejumlah ahli hukum. Arsil dari LeIP memulai diskusi dengan menjelaskan struktur dan sistematika KUHAP Belanda. Ia memaparkan bagaimana proses legislasi KUHAP di Belanda begitu responsif dalam menjawab permasalahan hukum acara dengan melakukan revisi. Berbeda dengan Indonesia, perbaikan KUHAP di Belanda tidak dilakukan secara menyeluruh, melainkan hanya pada beberapa bagian atau pasal tertentu. Meski begitu, revisi telah dilakukan lebih dari 400 kali dalam kurun waktu satu abad, jika dirata-ratakan maka terjadi empat kali revisi dalam setahun. Arsil juga menekankan buku ini tidak sekedar menerjemahkan secara bahasa, tapi juga memastikan terjemahannya terhindar dari salah tafsir konteks hukum acara pidana di Belanda, yang telah dipadankan dengan konteks pembaca para sarjana hukum Indonesia. Oleh karenanya, proses terjemahan ini dilakukan dengan membaca peraturan Belanda lainnya yang relevan, situs resmi lembaga peradilan pidana di Belanda, putusan-putusan di Belanda, dan berbagai literatur tentang sistem peradilan pidana di Belanda. Selanjutnya, Saffah Salisa Az-zahro’ dari IJRS memaparkan beberapa hal dalam KUHAP Belanda yang sangat relevan untuk dikaji dalam menunjang pembaruan hukum acara pidana di Indonesia. Salah satunya adalah mekanisme penahanan yang hanya dapat dilakukan dengan izin Hakim Komisaris dan harus melalui proses pemeriksaan bukti-bukti terlebih dahulu. Jika penahanan diperpanjang, artinya lebih dari 14 hari dan maksimal 90 hari, izin penahanan tidak boleh dikeluarkan oleh satu Hakim Komisaris, melainkan oleh 3 (tiga) Hakim Majelis Pengadilan Negeri. KUHAP Belanda membuat sistem gradasi tindakan penegak hukum, semakin destruktif suatu tindakannya atau banyak hak yang dilanggar dari tindakannya, maka tata caranya dibuat lebih kompleks, harus melalui proses pemeriksaan bukti, dan melibatkan lebih banyak aktor penegak hukum. Begitu rapinya KUHAP Belanda menjamin pengawasan dan akuntabilitas agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh penegak hukum dalam melakukan upaya paksa. Dalam sesi diskusi panel, Fachrizal Afandi, S.Psi., S.H., M.H., Ph.D, Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya menyoroti pentingnya membangun pola koordinasi yang efektif dan akuntabel antara penyidik dan penuntut umum dalam Rancangan KUHAP (RKUHAP). Ia juga membahas rancangan mekanisme penghentian perkara di luar persidangan (diversi) yang tetap menjunjung prinsip akuntabilitas publik.
Terakhir, Dr. Febby Mutiara Nelson, S.H., M.H., Dosen Bidang Studi Hukum Acara FH UI memberikan evaluasi kritis terhadap KUHAP 1981 dalam aspek judicial scrutiny, khususnya di tahap pra-ajudikasi. Ia mengusulkan agar RKUHAP memberikan peran lebih kuat kepada pengadilan dalam mengawasi legalitas dan proporsionalitas tindakan aparat penegak hukum sejak awal. Dengan telah terlaksananya peluncuran ini, IJRS berharap Buku Terjemahan KUHAP Belanda dapat memberi tawaran masukan dan menemani para pembuat kebijakan ketika hendak melakukan perbaikan hukum acara pidana di Indonesia.

Sebagai bentuk komitmen terhadap kemudahan akses ilmu pengetahuan, IJRS menyediakan versi digital buku ini yang bisa diakses secara gratis melalui: KataHukum.id
Materi paparan kegiatan dapat diakses melalui: bit.ly/MateriLaunchingKUHAP

Narahubung untuk informasi lebih lanjut:
1. Saffah Salisa Az-zahro’ (salisa.azzahro@ijrs.or.id)
2. Adi Nugroho (adi.nugroho@ijrs.or.id)

Bagikan:

Rilis Pers Lainnya:

Rilis Pers
Suap Penanganan Perkara - Quo Vadis Reformasi Peradilan? - Pernyataan Sikap Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kemitraan Pemerintahan Terbuka Indonesia (IJRS, TI-I, ICW, PWYP)
Rilis Pers
Refleksi Kekerasan Seksual Berulang di RSHS Bandung: Urgensi Pembaruan Kebijakan Kesehatan