Jakarta – Jumat, 25 September 2025, Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI menyelenggarakan peluncuran buku dan diskusi publik terkait rekomendasi Panitia Kerja Open Government Parliament (Panja OGP / Parlemen Pemerintahan Terbuka) dan Panja Organisasi Internasional (Panja OI OECD BRICS). Kedua Panja dibentuk dan telah bekerja selama 6 (enam) bulan dalam upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
Hasil kajian Panja OGP memberikan rekomendasi kepada pemerintah antara lain urgensi instrumen hukum dan kelembagaan OGP di Indonesia; penyelarasan dan penguatan rencana aksi; penguatan tata kelola digital berbasis prinsip OGP; dan asistensi dan monitoring terhadap OGP lokal.
Panja OGP juga memberikan rekomendasi kepada DPR RI yaitu penguatan kelembagaan dan komitmen parlemen terbuka; penguatan transparansi dan akses informasi; pengarusutamaan partisipasi publik bermakna; diplomasi proaktif parlemen; dan keberlanjutan Panja yang mengusung nilai-nilai OGP.
DPR RI sebagai lembaga negara yang memiliki fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran, memiliki peran keterlibatan yang sangat penting dalam pelaksanaan komitmen Kemitraan Pemerintahan Terbuka Indonesia yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Open Government Indonesia (RAN OGI). Hal ini fundamental, karena komitmen RAN OGI yang dibuat oleh negara-negara peserta OGP pada umumnya membutuhkan dukungan dan keterlibatan parlemen.
Meski demikian, peran parlemen DPR RI saat ini memiliki potensi tantangan praktik legalisme otokratik (autocratic legalism). Praktik ini memungkinkan adanya penggunaan hukum untuk melegitimasi tindakan-tindakan yang tidak demokratis. Legalisme otokratik berupaya mengonsolidasikan kekuasaan dan melanggengkan agenda politik tertentu melalui produk-produk hukum yang justru mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusionalisme. Oleh karenanya, partisipasi publik melalui ko-kreasi bersama masyarakat sipil dalam kerangka OGP perlu didorong ke arah yang lebih ambisius dimana masyarakat sipil tidak hanya dilibatkan dalam mekanisme formal (tokenisme), namun sebagai mitra kritis yang membangun.
Di sisi lain, DPR sebagai lembaga publik juga perlu memiliki komitmen internal untuk menerapkan dan melaksanakan nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam kerja-kerjanya. Pada periode keanggotaan sebelumnya, DPR telah menginisiasi pembentukan Open Parliament Indonesia (OPI). Akan tetapi, dalam perjalannya, OPI “mati suri” dengan hanya menyelesaikan 2 (dua) rencana aksi yang terpisah dari rencana aksi pemerintah, yakni rencana aksi OPI 2018-2020 dan 2020-2022. Oleh karenanya, melalui Panja OGP, DPR diharapkan dapat menghidupkan kembali OPI serta melanjutkan inisiatif kelembagaan OGP di DPR. Idealnya, pada masa keanggotaan saat ini, DPR dapat meningkatkan capaian periode sebelumnya. Pasalnya, semenjak berganti keanggotaan, inisiatif OPI meredup dan ditinggalkan. Artinya, keterlibatan DPR RI dalam OGP yang hendak digagas kembali saat ini, perlu diikuti dengan komitmen mandiri yang memuat langkah-langkah konkrit dan ambisius untuk menghidupkan kembali inisiatif mewujudkan parlemen yang terbuka.
Menindaklanjuti catatan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kemitraan Pemerintahan Terbuka Indonesia menuntut beberapa hal sebagai berikut:
- DPR perlu mengaktifkan kembali kelembagaan OPI dan melibatkan partisipasi masyarakat seluas-luasnya, melalui mekanisme yang dibangun secara ko-kreasi bersama kelompok masyarakat sipil, dalam rangka mendorong reformasi parlemen yang transparan, akuntabel, dan partisipatif. Hal ini perlu disertai dengan dukungan kelembagaan yang memadai agar OPI dapat menjalankan perannya secara optimal.
- DPR perlu kembali terlibat untuk mengawasi kinerja pemerintah dalam pelaksanaan komitmen OGP, baik sebagai komitmen yang termuat dalam RAN OGI ataupun sebagai komitmen terpisah melalui RAN OPI yang bersifat mandiri. Komitmen tersebut perlu disusun secara partisipatif dengan membuka seluas-luasnya partisipasi publik dan tidak hanya menyasar pada kegiatan rutin seperti TV Parlemen, tetapi perlu bersifat komprehensif dan mempertimbangkan prinsip “meaningful public participation”.
- DPR, bersama kelompok masyarakat sipil perlu menyusun peraturan/tata tertib internal yang memuat prinsip, indikator, dan petunjuk pelaksanaan dalam menerapkan prinsip “meaningful public participation”. Penyusunan instrumen tersebut harus dilakukan secara transparan dan partisipatif agar publik dapat terlibat secara penuh.
- DPR perlu melibatkan masyarakat sipil untuk melakukan audit terhadap platform pembentukan peraturan perundang-undangan serta implementasi partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang memperhatikan keterbukaan akses data bagi masyarakat serta hak masyarakat untuk didengar, dipertimbangkan, dan mendapat penjelasan atas setiap masukan yang diberikan.
Daftar Organisasi Masyarakat Sipil untuk Kemitraan Pemerintahan Terbuka Indonesia:
- Indonesia Judicial Research Society (IJRS). Narahubung: office@ijrs.or.id
- International NGO Forum on Indonesian Development (INFID)
- Transparency International Indonesia (TII)
- Publish What You Pay (PWYP Indonesia)
- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
- Wahana Visi Indonesia (WVI)
- Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)
- Southeast Asian Freedom of Expression Network (SAFEnet)
- Indonesia Parliamentary Center (IPC)