Search

Rilis Pers

Pelatihan: Peningkatan Kapasitas Advokat terkait Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Mengingat pentingnya peran Advokat dalam pendampingan korban kasus kekerasan seksual, Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dengan dukungan The Asia Foundation (TAF) serta The United States Department of States – Bureau of International Narcotics and Law Enforcement Affairs (INL) menyelenggarakan kegiatan “Pelatihan: Peningkatan Kapasitas Advokat terkait Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)” di Hotel Santika Premiere Slipi pada 26-28 Juni 2024. Adapun kegiatan pelatihan ini diikuti dan dihadiri oleh 78 (tujuh puluh delapan) advokat yang berasal dari perwakilan 4 (empat) organisasi advokat, yaitu: Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Kongres Advokat Indonesia (KAI), PERADI Rumah Bersama Advokat (PERADI RBA), dan PERADI Suara Advokat Indonesia (PERADI SAI).

Melalui pelatihan ini, IJRS berkomitmen dalam melakukan penguatan kapasitas advokat yang memiliki berperspektif gender. Pelatihan ini menyasar beberapa aspek, yakni pemahaman terkait perspektif gender, pemahaman terkait berbagai tindak pidana yang diatur dalam UU TPKS dan tindak pidana kekerasan seksual lainnya di undang-undang lain, pengetahuan hukum formil yang baru diatur di dalam UU TPKS, pemahaman terkait perspektif psikologis dalam pendampingan korban kekerasan seksual, dan pemahaman keadilan restoratif yang tepat. Kami berharap pelatihan ini dapat menyediakan dukungan dan pendidikan hukum berkelanjutan (continuing legal education) bagi Organisasi Advokat.

Pelatihan ini juga disambut dengan baik oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak dengan menyampaikan keynote speech pada pembuka acara yang diwakili Bapak Agung Budi Santoso, AP, M.H. selaku Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Perlindungan Hak Perempuan. Ia menerangkan terkait penerapan UU TPKS, kondisi eksisting peraturan turunan pasca diberlakukannya UU TPKS, termasuk juga pentingnya peningkatan kapasitas bagi aparat penegak hukum untuk memaksimalkan penerapan UU TPKS. Memasuki agenda inti pelatihan, guna mengembangkan dan memaksimalkan metode pelatihan yang variatif maka kegiatan pelatihan ini difasilitasi oleh dua orang fasilitator yakni Rival Ahmad, S.H., LL.M dan Erni Setyowati, S.H., M.H., yang keduanya merupakan Pengajar/Dosen di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera (STHI Jentera).

Adapun dari segi substansial, kegiatan ini mengundang dan menghadirkan para pengajar yang mumpuni untuk memberikan pemahaman dan menguatkan perspektif terhadap isu kekerasan seksual, di antaranya yaitu:

  1. Uli Pangaribuan, S.H (Direktur LBH APIK Jakarta), memaparkan tentang gender, ketidakadilan gender, dan kekerasan berbasis gender;
  2. Susilaningtias, SH., M.H (Wakil Ketua LPSK), memaparkan tentang hak-hak korban, keluarga korban, dan saksi dalam UU TPKS;
  3. Dr. Erni Mustikasari, S.H., M.H. (Ketua Bagian Administrasi pada Sekretariat Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM, Kemenko Polhukam), memaparkan tentang pengantar UU TPKS, penjelasan pasal UU TPKS, dan irisan pasal tindak pidana kekerasan seksual di UU TPKS dengan undang-undang lainnya;
  4. Kombes. Pol. Dr. Rita Wulandari Wibowo, S.I.K., M.H. (Pemeriksa Inafis Kepolisian Madya Tk. III, Bareskrim POLRI), memaparkan tentang kekhususan hukum acara dalam UU TPKS;
  5. Siti Aminah Tardi, S.H (Komisioner Komnas Perempuan), memaparkan tentang pendampingan saksi, korban dan pelaku tindak pidana kekerasan seksual;
  6. Nathanael Elnadus J. Sumampouw, M.Psi., M.Sc, (Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia) memaparkan tentang pendampingan saksi, korban dan pelaku TPKS dari perspektif psikologi;
  7. Andreas Nathaniel Marbun, S.H., LL.M (Peneliti IJRS), memaparkan tentang penerapan keadilan restoratif dalam perkara TPKS.

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan pelatihan ini, peserta pelatihan menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) dari masing-masing Organisasi Advokat yang terlibat. Ada beberapa RTL yang disampaikan oleh para peserta seperti misalnya organisasi advokat akan melaksanakan pelatihan UU TPKS di internal organisasi dan memasukan materi UU TPKS dalam Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang diselenggarakan oleh Organisasi Advokat yang bersangkutan.

Kami berharap semakin banyaknya pelatihan terkait penanganan dan pendampingan kasus kekerasan seksual kepada aparat penegak hukum. Hal ini mengingat kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk kekerasan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia, melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan, serta mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat. Sebagai wujud komitmen Indonesia terhadap upaya perlindungan dan penghapusan dari segala bentuk kekerasan seksual, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) telah mengesahkan UU TPKS sebagai aturan khusus dan landasan hukum materil dan formil pada perkara tindak pidana kekerasan seksual. Dalam konteks penegakan UU TPKS, Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) memiliki peran krusial yakni untuk mengawal dan memastikan penegakan penanganan perkara tindak pidana kekerasan seksual yang menghargai nilai harkat dan martabat manusia, non-diskriminasi, mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban, dan menjunjung nilai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

 

IJRS

office@ijrs.or.id

Bagikan:

Rilis Pers Lainnya:

Rilis Pers
Kesejahteraan Hakim di Era Transisi Pemerintahan: Gimik atau Sistemik?
Rilis Pers
Rilis Pers Pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keterbukaan Pemerintah Indonesia terkait High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnership/HLF-MSP (Konferensi Tingkat Tinggi Kemitraan Multi-Pemangku Kepentingan) “Memperkuat Kemitraan Multi-Pemangku Kepentingan: Menuju Perubahan Transformatif”