Search

[Rilis Pers] Bayangkan Jika Kamu Saat Ini Tinggal di Penjara

Bayangkan jika kamu narapidana atau warga binaan yang harus hidup dalam penjara dengan kondisi penuh sesak di tengah pandemi COVID-19!

Saat ini ada hampir sebanyak 275.000 tahanan dan warga binaan di dalam penjara-penjara Indonesia. Padahal, penjara-penjara Indonesia hanya bisa menampung 132.107 orang. Fenomena ini dikenal dengan nama prison overcrowding dan sudah berlangsung lama tanpa solusi yang jelas.

Menurut data dari Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham pada Januari 2022, penjara-penjara di Indonesia rata-rata disesaki penghuni 181% melebihi daya tampungnya. Prihatin akan kondisi ini, KontraS, LBH Masyarakat, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aksi Keadilan Indonesia, dan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) membentuk Koalisi Peduli Penjara.

“Overcrowding di tempat-tempat penahanan di tengah pandemi berdampak pada hak atas kesehatan para warga binaan. Ruang gerak dan akses informasi yang sangat terbatas, akses medis yang kurang memadai menjadikan mereka kelompok paling rentan. Pemerintah perlu segera mengubah pendekatan penanganan overcrowding, seperti perubahan pada sistem peradilan pidana supaya masalah ini tuntas.” ujar Fatia Maulidiyanti, Koordinator KontraS.

“Kondisi penjara kita itu sudah tidak layak huni. Mulai dari tidur berdesakan, sanitasi dan sirkulasi udara yang buruk, sampai kualitas makanan yang tidak bergizi. Semua ini membuat warga binaan masuk kelompok rentan di tengah pandemi. Penjara kita belum mengikuti standar internasional Mandela Rules. Melalui change.org/reformasipenjara kami meminta para pemangku kebijakan
segera menuntaskan permasalahan di dalam penjara,” kata Muhammad Afif, Direktur LBH Masyarakat.

Meskipun pada April 2020, upaya pengeluaran warga binaan melalui mekanisme integrasi dan asimilasi telah dilakukan sebagai respon terhadap pandemi Covid-19, Koalisi Peduli Penjara merasa upaya ini belum maksimal.

“Kementerian Hukum dan HAM harus kembali melakukan upaya untuk mengurangi overcrowding, setidaknya hingga seluruh lapas dapat dengan maksimal menjalankan protokol kesehatan, mengingat saat ini kasus COVID-19 kembali meningkat,” ucap Erasmus Napitupulu, Direktur Eksekutif ICJR.
Data Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham menyatakan hampir 50% penghuni penjara adalah mereka yang terlibat dalam kasus narkotika.

“Penjara penuh karena pengguna, pengedar, dan bandar narkotika bisa dijerat dengan pidana yang sama berat dalam pasal 111 dan 112 UU Narkotika. Pemerintah perlu memaksimalkan pidana alternatif bagi kasus pengguna narkotika,” ujar R. Suhendro Sugiharto, Direktur Aksi Keadilan Indonesia.

Jika terus dibiarkan, tujuan pemasyarakatan terhadap para warga binaan justru semakin sulit untuk dicapai dan cenderung berakibat fatal. “Overcrowding itu seperti bom waktu yang bisa meledak kapan pun. Ini sudah terbukti dengan peristiwa kebakaran Lapas Kelas I A Tangerang September 2021 lalu, yang merenggut 48 nyawa warga binaan,” kata Muhammad Rizaldi Warneri, Research Associate IJRS.

Ayo tandatangani petisi Koalisi Peduli Penjara di change.org/reformasipenjara yang meminta kepada:

  1. Kejaksaan dan Mahkamah Agung untuk mengedepankan opsi hukuman alternatif terhadap kasus-kasus hukum supaya penjara tidak semakin penuh.
  2. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk segera menciptakan penjara yang humanis bagi warga binaan dan tahanan di Indonesia sesuai Mandela Rules, standar internasional tentang dasar-dasar perlakuan narapidana yang ditetapkan PBB. Terutama pemenuhan hak seperti sanitasi, sirkulasi udara, standar makanan yang layak dan penerapan protokol kesehatan
    yang memadai.

Dukungan kalian akan sangat berarti bagi perubahan kondisi penjara, serta nasib para tahanan dan warga binaan di Indonesia saat ini. Karena #napijugamanusia.

Koalisi Peduli Penjara:
LBH Masyarakat, Aksi Keadilan Indonesia, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), dan KontraS.

Bagikan:

Rilis Pers Lainnya:

Rilis Pers
SHElebrate 2024: Meningkatkan Kesadaran dan Kolaborasi untuk Merayakan Hak-Hak Perempuan
Rilis Pers
Kesejahteraan Hakim di Era Transisi Pemerintahan: Gimik atau Sistemik?