[Rilis Pers] Dalam Daya Paksa Kebutuhan Akan Ganja Medis, Reyndhart Rossy Tak Bisa Dipidana

ICJR, IJRS, LBH Masyarakat dan LeIP Kirimkan Amicus Curiae ke Pengadilan Negeri Kupang untuk Perkara Reyndhart Rossy N. Siahaan dengan judul “Ganja Untuk Kesehatan Bukan Kejahatan”

Reyndhart Rossy N. Siahaan pada 28 Mei 2020 didakwa bersalah oleh penuntut umum berdasarkan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Narkotika (UU Narkotika) tentang penyalahgunaan narkotika golongan I dengan tuntutan hukuman pidana penjara selama 1 tahun penjara. Reyndhart Rossy N. Siahaan atau Reyndhart Rossy atau Rossy (37 tahun) sebelumnya tinggal di Jakarta. Pada 2015, berdasarkan hasil CT Scan Nomor Registrasi RJ1508100084 dari RS OMNI, Reyndhart Rossy menderita penyakit kelainan saraf yang membuat badannya sering mengalami kesakitan.

Pasca sakit, Reyndhart Rossy harus kehilangan pekerjaan, dan merantau ke Labuan Bajo, NTT untuk bekerja. Pada 2016, Reyndhart Rossy pergi ke Labuan Bajo untuk kembali bekerja, kali ini di bidang pariwisata. Namun, pada 2018 penyakitnya kembali kambuh, dan ia merasa terus kesakitan, ia telah mencoba berbagai pengobatan medis, tetapi masih terus merasakan sakit.

Pada 2019, Reyndhart Rossy lelah dengan pengobatan medis dan mencari informasi pengobatan lainnya. Akhirnya ia menemukan informasi bahwa penyakitnya bisa ditangani dengan konsumsi air rebusan ganja. Selanjutnya Reyndhart Rossy mencari informasi bagaimana cara mengakses ganja. Setelah mendapatkan informasi tersebut, ia mengkonsumsi ganja, yang hanya dilakukan dengan meminum air rebusan ganja, tidak pernah menghisap ganja. Sejak meminum air rebusan ganja, Reyndhart Rossy merasakan kesembuhan dan kondisi tubuh yang lebih baik. Namun, naas pada 17 November 2019 ia ditangkap dan diproses secara hukum hingga dikenakan tuntutan 1 tahun penjara.

ICJR, IJRS, LBH Masyarakat dan LeIP menaruh perhatian terhadap hal ini. Kasus ini adalah kasus penting untuk melihat respon negara dalam hal memberikan jaminan keadilan pada seseorang untuk memperoleh akses pengobatan dengan menggunakan narkotika, sesuai dengan tujuan pembentukan UU Narkotika. Untuk itu, ICJR, IJRS, LBH Masyarakat dan LeIP sebagai lembaga-lembaga dengan fokus kerja pada reformasi hukum dan peradilan di Indonesia berbasiskan penghormatan hak asasi manusia pada Senin, 15 Juni 2020 mengirimkan dokumen amicus curiae kepada majelis hakim yang menyidangkan Reyndhart Rossy.

“Amicus curiae” atau “Friends of the Court” atau “sahabat pengadilan” merupakan praktik yang berasal dari tradisi hukum Romawi, yang kemudian berkembang dan dipraktikkan dalam tradisi common law. Melalui mekanisme Amicus Curiae ini, pengadilan diberikan izin untuk menerima-mengundang pihak ketiga guna menyediakan informasi atau fakta-fakta hukum berkaitan dengan isu-isu yang terkait dengan perkara yang ditangani.

Dalam Amicus Curiae tersebut kami menyatakan, bahwa dalam hal ini hakim Pengadilan Negeri Kupang dalam memutus suatu perkara bukan hanya sebagai corong undang-undang, tetapi lebih dari itu hakim adalah cerminan dari suatu keadilan. Bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam hal ini, konstitusi merupakan sumber hukum tertinggi di Indonesia telah menjamin bahwa apa yang dilakukan Rossy seharusnya disediakan oleh negara. Oleh karena itu, hakim seyogyanya bisa menggali nilai keadilan ini, bahwa tidak ada kepentingan untuk mempidana orang yang sedang berjuang untuk melawan sakitnya. Faktanya pun sekurang-kurangnya 50 negara telah meregulasi pemanfaatan ganja untuk medis, termasuk Thailand dan Libanon yang meregulasi pemanfaatan ganja medis pada tahun 2020. Ganja paling tidak dapat digunakan sebagai pengobatan berbagai penyakit, termasuk penyakit nyeri neurogenik jangka panjang (mis. berasal dari sistem saraf) yang disebabkan oleh, misalnya, kerusakan saraf, nyeri tungkai hantu, neuralgia wajah, atau nyeri kronis setelah serangan herpes zoster.

Reyndhart Rossy melakukan tindak pidana menggunakan ganja untuk kepentingan kesehatan atas dasar sikap batin yang terdorong daya paksa, yang seharusnya tidak bida dipidana. Reyndhart Rossy telah melakukan usaha-usaha untuk menyembuhkan penyakitnya tetapi tidak berhasil. Tekanan yang dialaminya telah berlangsung jauh sejak 2015 dan sudah diupayakan alternatif lain selain melakukan tindak pidana, keadaan dimana dia harus menggunakan ganja adalah tekanan yang memuncak karena penyakit tak kunjung sembuh. Reyndhart Rossy pun tetap hanya menggunakan ganja untuk kepentingan kesehatannya dengan tidak sama sekali menghisap ganja, maka apa yang dilakukannya hanya untuk kepentingan kesehatannya—terlihat kondisi keterpaksaan dengan pembatasan hanya menggunakan untuk kepentingan medis.

Sebagai pihak yang berkepentingan terhadap upaya pembaruan hukum, khususnya pembaruan hukum tentang kebijakan narkotika dan penghormatan hak asasi manusia utamanya hak atas pelayanan kesehatan, maka dengan ini, Kami berharap hakim dapat menghadirkan keadilan bagi Reyndhart Rossy.

Untuk itu kami merekomendasikan hakim dalam memutus untuk:

  1. Mempertimbangkan kondisi kesehatan Reyndhart Rossy N. Siahaan;
  2. Mempertimbangkan bahwa penggunaan ganja oleh Reyndhart Rossy N. Siahaan adalah untuk kepentingan kesehatan;
  3. Mempertimbangkan bahwa perkembangan dunia telah membuktikan bahwa ganja dapat bermanfaat untuk pelayanan kesehatan;
  4. Memutus lepas kepada Reyndhart Rossy N. Siahaan karena apa yang dilakukan Rossy terjadi karena pengaruh daya paksa yang tidak dapat dipidana berdasarkan Pasal 48 KUHP.

Berikut ini lampiran Amicus Curiae kasus penggunaan ganja medis Reyndhart Rossy Siahaan :

Download PDF

Jakarta, 15 Juni 2020
Hormat Kami,

ICJR, IJRS, LBH Masyarakat, LeIP