[Rilis Pers] Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan Petugas Rutan/Lapas Harus Masuk Sebagai Kelompok Prioritas untuk Divaksin

[MEDIA RILIS ICJR, IJRS, LeIP]

Pada Rabu, 13 Januari 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima suntikan dosis pertama vaksin virus corona (SARS-CoV-2)/Covid-19 di Kompleks Istana Kepresidenan. Penyuntikan vaksin Covid-19 kepada Presiden tersebut menandakan dimulainya program vaksinasi Covid-19 di Indonesia secara massal dan gratis. Sebelumnya perlu diketahui, bahwa sejak kasus pertama covid-19 di Indonesia dilaporkan pada awal Maret 2020 hingga kemarin, 14 Januari 2021, kasus covid-19 di Indonesia telah mencapai 869.600 kasus.

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Nomor:HK.02.02/4/1/2021 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), Indonesia akan melaksanakan vaksinasi Covid-19 melalui 4 tahapan waktu, yaitu, tahap pertama (Januari-April 2021) untuk tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Tahap kedua (Januari-April 2021) untuk Petugas pelayanan publik yaitu Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya yang meliputi petugas di bandara/pelabuhan/stasiun/terminal, perbankan, perusahaan listrik negara, dan perusahaan daerah air minum, serta petugas lain yang terlibat secara langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat dan Kelompok usia lanjut (≥ 60 tahun). Tahap ketiga 3 (April 2021-Maret 2022)untuk masyarakat rentan dari aspek geospasial,sosial, dan ekonomi, dan tahap keempat (April 2021-Maret 2022) masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya dengan pendekatan kluster sesuai dengan ketersediaan vaksin.

ICJR, IJRS, LEIP menyoroti bahwa petugas rutan/lapas maupun Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) belum mendapatkan perhatian yang serius dalam program Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tersebut. Pada tahapan kedua pelaksanan vaksin pemeritah disebutkan ditujukan untuk petugas pelayanan publik, harus dipastikan pada prioritas kedua ini juga menjangkau petugas dalam setting tertutup seperti dalam Rutan dan Lapas di Indonesia, petugas pemasyarakatan harus masuk dalam prioritas kedua ini. Lalu yang juga tak boleh dilupakan, warga binaan pemasyarakatan (WBP) atau penghuni rutan dan lapas di Indonesia termasuk di tempat-tempat penahanan bukan rutan/lapas harus menjadi bagian dari prioritas pemberian vaksin, tidak hanya untuk petugas. Karena baik petugas pelayanan pemasyarakatan maupun WBP-nya sangat berisiko tinggi terinfeksi dan menularkan Covid-19 kepada komunitas dan populasi yang lebih umum. Kondisi rutan/lapas saat ini masih mengalami overcrowding dengan tingkat beban mencapai 185% jelas tidak dapat melakukan physical distancing/jaga jarak secara efektif. Dalam panduan WHO WHO Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE) pun juga telah disebutkan bahwa populasi pada fasilitas penahanan juga masuk ke dalam rioritas pertama untuk vaksin.

Memang pemerintah telah merespon dengan membentuk kebijakan Permenkumham No. 10 tahun 2020 tentang tentang Syarat Pemberian Asimilasi Dan Hak Integrasi Bagi Narapidana Dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19, yang berhasil mengeluarkan lebih dari 38 ribu penghuni rutan dan lapas per Mei 2020, namun upaya ini belum cukup mencegah pernyebaran covid-19 di Rutan dan Lapas. Hal ini ditandai juga dengan terjadinya infeksi Covid-19 di Rutan dan Lapas di Indonesia, ICJR, IJRS dan LeiP melalukan pemantauan media, per 17 September 2020, terdapat 184 orang WBP dan 31 orang petugas terinfeksi covid-19 pada 11 UPT Pemasyarakatan di Indonesia. Mutlak, pemasyarakatan dengan setting tertutup ini harus menjadi prioritas vaksin.

Selain itu, tak henti juga ICJR, IJRS, LEIP mengingatkan Kementerian Hukum dan HAM untuk kembali melakukan upaya untuk mengurangi overcrowding, sebagaimana yang pernah dilakukan sebelumnya. Merujuk pada kondisi kerentanan dari WHO dan UNODC, Indikator untuk asimilasi dan pembebasan bersyarat lanjutan dapat ditujukan untuk WBP dengan basis kerentanan penularan covid-19, seperti WBP yang berusia di atas 65 tahun, WBP yang memiliki penyakit bawaan seperti jantung, gagal ginjal atau liver, WBP yang memiliki obesitas, perempuan yang hamil maupun perempuan yang membawa bayi serta anak-anak. WBP tindak pidana non-kekerasan dan
pengguna serta pecandu narkotika yang memiliki resiko keamanan yang rendah juga patut dipertimbangkan guna mengoptimalkan upaya pencegahan penularan Covid-19 di rutan/lapas. Per Desember 2020, berdasarkan data Ditjenpas, terdapat 34.518 orang WBP pengguna narkotika di dalam rutan/lapas. Assement untuk asimilasi di rumah atau pembebasan bersyarat kepada kelompok ini dapat dilakukan.

Pemerintah harus membuat rencana distribusi vaksin dan implementasi yang dikembangkan khusus untuk sistem pemasyarakatan, serta melibatkan ahli kesehatan pemasyarakatan dalam Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional. Selain itu, Presiden kepada jajarannya dalam penegakan hukum juga harus kembali mengingatkan secara keras kepada aparat penegak hukum terkait penggunaan penahanan yang masif dalam kasus dan kondisi yang tidak terlalu dibutuhkan seperti dalam kasus yang tidak berhubungan dengan kekerasan maupun menyangkut ekspresi dan pendapat saja. Sudah saatnya sistem peradilan pidana di Indonesia mengoptimalisasi alternatif penahanan non rutan, ataupun bentuk pengawasan lain misalnya jaminan, dan Mahkamah Agung kepada jajaran hakim mengoptimalkan penggunaan alternatif pemidanaan non pemenjaraan.

Jakarta, 15 Januari 2021
ICJR, IJRS, LeIP

Dio Ashar Wicaksana (Direktur Eksekutif IJRS)